Kamis, 14 Mei 2009

sufi qodiri

Ainul Gani, S. Ag., SH., M. Ag. (36 tahun) mengatakan, ajaran tasawuf Syaikh ’Abd. al-Qadir al-Jailani sampai saat ini masih berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat Indonesia. Selain masih diajarkan dan dikembangkan di Pondok-pondok Pesantren (Ponpes Suryalaya di Tasikmalaya, Ponpes Mranggen di Semarang, Ponpes Rejoso dan Ponpes Tebu Ireng di Jombang, Ponpes Pagentongan di Bogor), banyak juga masyarakat menjadikan ajaran tasawuf al-Jailani sebagai tradisi keagamaan. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya kelompok kelompok tarekat Qadiriyyah wa Naqsabandiyyah, kelompok-kelompok tausiyah, kelompok-kelompok khataman, dzikir bersama dan sebagainya. Dalam moment-moment tertentu pemerintah juga sering menggandeng para ulama dan masyarakat untuk mengadakan dzikir bersama atau istighasah berjamaah yang bertujuan untuk menyelamatkan bangsa dan negara dari krisis dan bencana.
Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Intan Bandar Lampung ini menyampaikan saat mempertahankan disertasinya untuk untuk memperoleh gelar Doktor bidang Ilmu Agama Program Pascasarjana UIN Sunan kalijaga, di ruang Promosi Doktor kampus setempat, Jum’at, 1 Mei 2009. Disertasinya yang berjudul ”Ajaran Tasawuf Syaikh ”Abd. al-Qadir al-Jailani (470-561 H/1077-1166 M)” dipresentasikan di hadapan Promotor Prof. Dr. H. Djam’annuri, MA., dan Dr. Syaifan Nur, MA., serta Tim Penguji antara lain : Prof. Dr. H. Agussalim Sitompul, Prof. Dr. H. Djoko Suryo, Dra. Syafa’atun al-Mirzanah, MA., Ph.D., Dr. Sekar Ayu Aryani, MA. Sidang Promosi dipimpin Prof. Dr. H.M. Amin Abdullah, dengan sekretaris Dr. H. Sukamto, MA. Menurut Gani, dari penelitian disertasinya melalui studi kepustakaan (Library Risearch) yang mengambil teknik analisa isi (Content analaysis), menunjukkan bahwa praktek-praktek tarekat yang bersifat massif, diikuti secara berjamaah dan terstruktur/terorganisasi dengan baik, ternyata sesuai dengan ajaran al-Jailani. Karena sebelum al-Jailani, spiritualitas Islam masih bersifat individual dan belum terstruktur.
Menurut promovendus, secara historis, di kalangan kaum sufi, Syaikh ’Abd. Al-Qadir al-Jailani memang diakui sebagai sosok yang menempati hirarki mistik tertinggi (al-Ghawts al-A’zham) yang menduduki tingkap kewalian tertinggi. Karena masuknya Islam di Indonesia ditengarai disebarkan oleh para sufi yang berfaham tasawuf Syaikh ’Abd. Al-Qadir al-Jailani yakni tarekat Qadiriyyah. Al-Jailani juga dianggap memiliki garis keturunan yang dekat dengan Nabi Muhammad SAW. Kata Gani, hakekat tasawuf yang diajarkan al-Jailani berpuncak pada ajaran ma’rifatullah. Untuk menuju pada tataran ma’rifatullah setiap orang harus berupaya menjadi ahli ibadah, ahli dzikir, ahli riadlah, ahli mujahadah. Sementara prosesnya melalui fase-fase magamat dan ahwal, taubat, zuhud, tawakal, syukur, ridha, shidiq, wara dan istiqamah. Sementara itu, terdapat empat dimensi dalam ma’rifatullah versi al-Jailani yakni: Memperteguh keimanan (tauhid), melaksanakan syari’at Islam dengan baik, melaksanakan thareqat dengan lurus dan bersih, serta selalu mengkaji hakekat dari setiap pelaksanaan syari’at Islam. Corak ajaran tasawuf al-Jailani bertumpu pada aliran Ghazalian (sunni), dilihat dari konsep spiritualitas yang berpuncak pada tataran ma’rifatullah, yakni pendekatan diri kepada Allah SWT, tanpa harus merasa menjadi satu dengan-Nya/tanpa diikuti penyatuan dengan-Nya, tetapi selalu melakukan upaya-upaya yang memadukan ilmu dan amal.
Mengapa ajaran al-jailani diminati dan masih sangat berpengaruh di kalangan masyarakat modern? Menurut putra kelahiran Lampung ini, di satu sisi ajaran tasawuf al-Jailani yang berfaham fatalisme seperti taubat, zuhud, tawakal, syukur, ridha, shidiq, wara, dan istiqamah bisa menjadi obat bagi masyarakat yang mengalami kegersangan batin akibat kesenangan hedonisme yang tanpa batas. Di sisi lain, al-Jailani mengembangkan ajaran neo-sufisme yang mempertautkan antara syari’ah dengan tasawuf dan memberi kemudahan kepada masyarakat dalam menyelaminya. Al-Jailani juga memberi ruang gerak bagi individu dan masyarakat untuk senantiasa aktif, kreatif, selalu melakukan andil usaha, melakukan perbuatan-perbuatan produktif-dinamis untuk kepentingan duniawi dan tanggungjawab sosial.
Minat dan pengaruh ajaran tasawuf Syaikh Abd. Al-Qadir al-Jailani ini menunjukkan perkembangan yang cukup meningkat, bila dilihat dari banyaknya penyebaran karya-karya tertemahan al-Jailani dari para penerbit di negeri ini yang selalu best seller dan mengalami cetak ulang. Disamping itu semakin banyak kelompok-kelompok masyarakat yang mengembangkan langkah-langkah ajarannya dengan membentuk gerakan organisasi dzikir (tarekat) secara sistematis dan komprehensif. Malihat fenomena ini, promovendus berharap, hendaknya ajaran al-Jailani tidak mengalami pemaknaan yang sempit dalam fungsinya. Maksud Gani, memahami kitab-kitab asli Syaikh ’Abd. Al-Qadir al-Jailani berarti memahami ajaran tasawufnya dan mengambil suri tauladan sosok al-Jailani, kemudian menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Bukan menjadikannya hanya sebagai alat rutinitas ritual keagamaan dengan segala implikasinya seperti pemujaan wali dan pengkultusan individu, yang justru akan membatasi kerinduan kita kepada Rusulullah dan Sang Khaliq, Jelas Gani.
Oleh Tim Penguji, promovendus dinyatakan lulus dengan predikat ‘sangat memuaskan’ dan merupakan Doktor Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga ke-220

Tidak ada komentar:

Posting Komentar