Kamis, 14 Mei 2009

muhammadiyah

Bagi orang Muhammadiyah, nama tokoh Islam, perintis organisasi Muhammadiyah ini tidak akan ada yang belum mengenalnya. Apalagi bagi mereka yang pernah mengenyam pendidikan Muhammadiyah. Di setiap lembaga pendidikan Muhammadiyah diberikan mata pelajaran atau mata kuliah Ke-Muhammadiyahan. Dalam materi mata pelajaran itu di antaranya diperkenalkan pendiri dan pertis Muhammadiyah, yaitu KH.Achmad Dahlan. Selain itu, biasanya di gedung atau kantor amal usaha Muhammadiyah dan bahkan juga di rumah-rumah para pimpinan Muhammadiyah di pasang photo pimpinan organisasi ini. Tidak beda dengan itu, di sekolah-sekolah yang dirintis dan dibina oleh Nahdlatul Ulama’ dipasang gambar KH.Hasyim Asy’ari, tokoh pendiri organisasi Islam ini.
Ada cerita menarik, dari pendidikan yang dikembangkan oleh KH.Achmad Dahlan. Cerita itu menggambarkan bagaimana KH Achmad Dahlan ingin menjadikan pelajaran agama Islam yang diberikan kepada para siswa relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari. Dalam cerita itu, KH Achmad Dahlan sedemikian telaten dan tekun memberikan pelajaran kepada para siswanya tentang surat Ma’un. Surat itu diajarkan berbulan-biulan tidak pernah ganti. Setiap Kyai datang ke tempat belajar bagi anak-anak, hanya mengajarkan surat kesenangan Kyai itu, hingga para santri-santrinya pun bosan.
Di mana-mana kiranya sama, apa saja yang diulang-ulang menjadikan para murid bosan. Demikian juga santri-santri Kyai pendiri Muhammadiyah ini, merasakan bosan tatkala pada setiap hari, dalam waktu yang lama hanya diberikan mata pelajaran itu. Sampai-sampai, menurut cerita yang pernah saya dapatkan, apa yang dilakukan oleh Kyai Dahlan itu menjadi bahan mainan para santrinya. Sebelum Kyai datang, para santri menebak apa yang akan diajarkan, yakni surat al Ma’un, dan ternyata betul. Kyai mengajarkan lagi surat al Ma’un itu.
Apa yang dilakukan oleh para santri itu, ternyata pada suatu ketika ditangkap oleh Kyai. Sudah barang tentu Kyai tidak menjadi marah, apalagi menghukumnya. Kyai tidak pernah mengukum para santri yang mengakibatkan para santri meningalkan para gurunya. Mendengar nada bosan yang diungkap oleh santri, tentang bahan yang diajarkan tetap sama----surat al Ma’un, lalu kemudian kyai justru mengajak dialog para santrinya.
Kyai setelah mendengar gejala kebosanan yang dialami oleh para santri, kemudian menanyakan kepada para santri, apakah surat al Ma’un yang dimaksud itu sudah dihafal dan diamalkan. Para santri menjawab, bahwa surat itu telah dihafal dan diamalkan. Para santri menjelaskan bahwa salah satu surat pendek dalam al Qur’an itu telah dijadikan bahan bacaan pada setiap kali sholat. Atas jawaban itu, kyai lalu menjelaskan maksud daripada istilah mengamalkan itu. Yaitu melaksanakan isi pesan surat itu dalam kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya, agar jelas maksudnya, dan tidak salah paham lagi, maka Kyai Dahlan mengajak para santrinya agar besuk hari ke sekolah membawa apa saja yang bisa diberikan kepada orang miskin di kota Yogyakarta. Misalnya, uang, pakaian, sembako, dan lain-lain. Selanjutnya, besuk harinya itu juga, tidak sebagaimana sehari-hari santri harus belajar tentang Surat al Ma’un, tetapi dengan barang berharga yang telah dikumpulkan itu, bersama-sama menemui orang miskin, pengemis atau gelandangan di sekitar kota. Kemudian, apa yang dibawa para santri itu diserahkan kepada mereka.
Setelah mengajak para santri membagi-bagikan apa yang telah dikumpulan bersama itu, maka Kyai menjelaskan bahwa itulah sesungguhnya yang dimaksud telah mengamalkan surat al Ma’un tersebut. Istilah mengamalkan bukan saja sebatas memnghafal dan menjadikan surat pendek dalam al Qur’an itu dibaca dalam setiap sholat, melainkan menjadikannya sebagai pedoman dan sekaligus dijalankan dalam kehidupan sehari-hari.
Cerita pendek tentang bagaimana pendiri Muhammadiyah itu mengajarkan para santrinya, rasanya masih sangat relevan dengan tuntutan sekarang ini. Pada saat ini, betapa sudah semakin semarak ayat-ayat al Qur’an dijadikan bahan pelajaran, didiskusikan dan bahkan juga dijadikan bahan kajian di kampus-kampus. Tetapi ternyata, selepas kegiatan itu belum tampak gerakan secara signifikan untuk mengimplementasikan. Misalnya, dalam bentuk pengentasan kemiskinan sebagaimana dilakukan oleh Kyai Aschmad Dahlan tersebut. Memang, boleh-boleh saja ayat al Qur’an dan hadits Nabi dijadikan bahkan diskusi, wacana atau kajian, tetapi lebih dari itu, semestinya harus ditindak lanjuti dengan bentuk pengamalan secara nyata.
Memang Islam itu harus disampaikan kepada siapapun dan selanjutnya agar melahirkan kebahagiaan yang sebenarnya harus diamalkan. Mengajarkannya lewat penjelasan, perintah, pesan-pesan memang penting. Tetapi agar lebih efektif hal itu memang harus diajarkan melalui uswah hasanah. Islam tidak cukup dijadikan bahan ceramah, diskusi atau apa saja namanya, tetapi harus diamalkan. Apa yang dicontohkan oleh Kyai Dahlan tatkala mengajarkan Surat al Ma’un, yakni sebuah surat pendek dalam juz terakhir dari al Qur’an., rasanya masih sangat relevan, yakni mengajarkan lewat cont

Tidak ada komentar:

Posting Komentar